Ehm,
kali ini saya nggak mau terlambat buat posting. Setelah dua pekan terakhir saya
selalu terlambat posting (maaf ya pak Steve..). Perkuliahan pak Steve minggu
ini memnambil tema tentang rasisme. Menurut yang saya baca dari Wikipedia,
rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin
yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras
manusia menentukan pencapaian budaya atau
individu – bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk
mengatur ras yang lainnya. Jadi dapat dikatakan bahwa rasisme merupakan suatu
paham yang menyatakan adanya keunggulan atau superioritas suatu bangsa atau ras
tertentu terhadap bangsa atau ras lainnya yang mereka anggap tidak memiliki
keunggulan baik dari segi kecerdasan ataupun dari segi fisik.
Berdasarkan
definisi tersebut, hal yang dapat saya tangkap adalah bahwasanya rasisme itu
adalah suatu paham yang cenderung untuk mendiskriminasikan ras atau bangsa
tertentu yang tidak mempunyai kelebihan atau superioritas dibandingkan dengan
bangsa lainnya. Sejarah telah mencatat rasisme telah diperkenalkan sejak dari
jaman dahulu kala. Peristiwa yang cukup terngiang di ingatan saya adlah
diberlakukanya politik apartheid di Afrika Selatan oleh orang kulit putih.
Politik apartheid itu sendiri adalah politik yang dijalankan oleh orang kulit
putih dalam rangka memisahkan pergaulan mereka dengan orang kulit hitam penduduk
asli pribumi Afrika Selatan.
Dalam
perkembangannya, rasisme kini telah menyentuh berbagai segi kehidupan, tak
terkecuali dalam dunia sepakbola. Dalam olahraga yang seharusnya mengedepankan
sportivitas ini tak urung telah ternodai akibat perilaku pemain ataupun
suporter yang bertindak rasis saat berada di lapangan hijau. Masih segar dalam
ingatan saya tentang tindakan rasis yang dilakukan pemain Liverpool Luis Suarez
terhadap pemain Manchester United Patrice Evra. Hal ini tak pelak membuat saya
sebagai penggemar Liverpool menjadi sedih. Di tengah prestasi yang tak kunjung
bersinar, pemain Liverpool ini malah membuat kasus rasis dengan pemain dari seteru
abadi mereka, MU (Ups, koq malah jadi ngelantur sampai ke sini??). Kembali ke
inti persoalan, Luis Suarez sendiri diberitakan telah mengucapkan kata-kata
yang bernada rasis terhadap Patrice Evra saat keduanya berhadapan dalam
pertandingan kedua tim pada bulan Oktober 2011 yang lalu.
Dari
lingkup sepakbola di Eropa pun, sebenarnya kasus rasis kerap dijumpai di
beberapa pertandingan di liga-liga Eropa maupun pertandingan internasional
antar Negara. Di beberapa Negara kawasan Eropa , bebrapa penonton ada yang
bertindak rasis terhadap pemain berkulit hitam. Mereka kerap menirukan suara
monyet atau bergaya seperti monyet tiap kali ada pemain berkulit hitam yang
tengah menggiring bola. Hal ini tentunya menjadi permasalahan yang mengganggu
jalannya pertandingan. Dan tindakan yang dilakukan oleh penonton tersebut sudah
seharusnya tidak dapat dibenarkan karena dia secara langsung menghina atau melecehkan pemain yang
berkulit hitam.
Di
Indonesia pun, sebenarnya kasus rasisme kerap terjadi meskipun tidak terlalu
besar intensitasnya. Dalam perkuliahan CCU hari Kamis lalu. Pak Steve sempat
membacakan sebuah artikel dari internet yang isinya menceritakan pengalaman
seorang etnis tionghoa yang secara tidak sengaja mendengarkan anak kecil
mengamen menyanyikan lagu yang menyindir etnis tionghoa. Dari sini bibit-bibit
rasisme itu akan dapat muncul bila tidak segera dicari solusinya. Anak-anak itu
mungkin saja terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya sehingga mengakibatkan
mereka menyanyikan lagu yang tidak seharusnya mereka nyanyikan.
Usaha
preventif yang sekiranya dapat ditempuh untuk mencegah meluasnya paham rasisme
di Indonesia ini seharusnya harus sudah mulai digalakkan. Agar di kemudian hari
tidak terjadi lagi kasus-kasus serupa yang berpotensi mengancan keutuhan bangsa
kita.